Penulis : Ezra Axel
Televisi tetap menjadi media utama
dan internet berkembang begitu pesat merangkul berbagai elemen masyarakat.
Keadaan ini memunculkan pertanyaan, bagaimana nasib eksistensi radio di masa
depan? Sebelum muncul radio-radio komersil yang kita kenal saat ini, radio di
di Indonesia dipelopori oleh RRI atau Radio Republik Indonesia. RRI memiliki
sejarah panjang dalam dunia penyiaran di Indonesia. RRI sempat merasakan
masa-masa kejayaan, hingga masuknya radio-radio komersil yang membuat
kejayaannya mederup. RRI sekarang sudah jarang terdengar di telinga masyarakat.
Sebelum kita masuk ke topik, mari kita bahas sejarah berdirinya radio di
Indonesia yang menjadi alat komunikasi dengan rakyat.
Radio
Republik Indonesia didirkan tepat sebulan setelah siaran radio Hoso Kyoku
dihentikan penyiarannya pada 19 Agustus 1945. Saat diberhentikan, masyrakat
menjadi buta akan informasi yang beredar dan tidak tahu apa yang harus
dilakukan setelah kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu, Radio-radio luar negeri
mengabarkan tentara Inggris akan melucuti senjata tentara Jepang untuk menjaga
keamaan hingga pemerintahan Belanda kembali menguasai Indonesia. Menanggapi
kabar tersebut, para pegiat radio yang saat itu masih aktif menyadari bahwa
radio merupakan alat yang penting bagi pemerintahan Indonesia pada saat itu
untuk berkomunikasi dengan rakyat mengenai apa yang harus dilakukan. Tepatnya
pada 11 Spetember 1945 para delegasi radio berkumpul dan diterima langsungoleh
sekretaris negara di gedung Raad Van Indje Pejambon. Delegasi radio pada saat
itu adalah Abdulrahman Saleh, Adang Kadarusman, Soehardi, Soetarji Hardolukita,
Soemarmadi, Dudomomarto, Harto, Maladi. Di akhir pertemuan, Abdulrahman Saleh
membuat kesimpulan dengan dibentuknya Persatuan Radio Republik Indonesia.
Beliau juga mempersembahkan Radio Republik Indonesia kepada presiden dan
pemerintah Republik Indonesia menjadi alat komunikasi dengan rakyat.
Saat
ini RRI sedang berada di masa-masa krisis dimana eksistensinya semakin tidak
pasti. Padahal RRI memiliki modal yang cukup untuk bertahan dari arus deras
konvergensi media. Percaya tidak percaya, RRI memiliki 62 stasiun penyiaran
yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, termasuk siaran di luar negeri,
lima satuan kerja, dan pusat pemberitaan lainnya. RRI sendiri diperkuat dengan
16 studio produksi, dengan 11 perwakilan RRI di luar negeri. RRI juga memiliki
61 programa 1, 61 programa 2, 61 programa 3, 14 programa 4, dan 7 studi
produksi. Jika semua digabung, kekuatan RRI setara dengan 205 stasiun radio.
Tapi pada kenyataannya, apakah RRI kerap terdengar di teling kita? Lebih
lanjut, RRI memiliki situs berita yang mencakup 10 stasiun daerah. Apakah kita
mengetahui hal ini sebelumnya? Atau apakah pernah kita lihat berita mereka
muncul di media sosial? Satu lagi, apakah kita tahu bahwa RRI memiliki radio
streaming yang bisa kita dengarkan di ponsel cerdas anda?
Jangan
merasa bersalah atas ketidak tahuan kita. Ini jelas bukan salah kita. Jelas
bahwa ini adalah salah para pengelola RRI yang menanggapi konvergensi media
secara dingin yang jelas-jelas melibas siapa saja yang tidak mengikuti arus
derasnya. Jika anda bermain di situs pemberitaan RRI, akan tampak jelas situs
berita RRI tidak dikelola dengan serius. Tampilan tidak mirip sebagai situs
berita, pemilihan kontennya buruk, berita-berita yang ditampilkan tidak di
update, berita headline news yang ditampilkan pun tergolong basi. Hit item
beritapun hanya dalam hitungan ratusa, bahkan kurang dari seratus. Fakta
mengejutkan adalah dari 10 situs stasiun RRI yang tersebar di berbagai kota di
Indonesia, hanya empat situs yang selalu di update, yakni RRI Pusat, RRI Banda
Aceh, RRI Kendari, dan RRI Madiun. Selebihnya tidak di update, bahkan tidak
aktif. Fakta mengejutkan lainnya adalah situs RRI Siaran Luar Negeri (Voice Of
Indonesia), yang seharusnya menjadi barisan terdepan Indonesia di dunia
internasional malah tidak di update. Tentu saja sikap ini adalah bentuk
penghamburan dana APBN yang dibiarkan terus menerus. Padahal jika kita melihat
peta kekuatan RRI, tentu saja konvergensi media bukan hal yang sulit untuk
diikuti arusnya.
Namun
pada kenyataannya, belum ada perubahan berarti dari program-program yang
disajikan RRI. Padahal perlu antisipasi yang cepat guna menghadapi konvergensi
media saat ini, Padahal di Januari 2015 lalu pemerintahan Presiden Joko Widodo
memberi tambahan tunjangan kepada orang-orang yang berada dalam RRI tergantung
jabatannya. Seharusnya RRI sadar, di era digitalisasi ini, tren radio semakin
tergerus jika tidak dilakukan tindakan nyata. Radio sudah tidak bisa berbangga
menjadi teman setia para pendengarnya karena media sosial mampu menciptakan
interaksi antar pengguna yang lebih luas cakupannya. Sekarang, peran radio
sebagai penyampai informasi tercepat hanya tinggal kenangan.
Fenomena
ini perlu disikapi RRI secara serius jika ingin bertahan di era konvergensi
media. Perlu tindakan agresif untuk merombak secara besar-besaran strategi digital
RRI. RRI perlu memperbanyak konten-konten yang lebih beragam dengan melayani
komunitas-komunitas. RRI harus kembali menjadi media yang interaktif, kredibel,
dan mendidik, sekaligus mempersatukan bangsa.
RRI, sekali di udara, tetap di udara.
Sumber Foto
https://gudrilogo.blogspot.com/2018/03/logo-rri-vector-cdr-png-hd.html
https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/11/120300565/hari-radio-nasional-bagaimana-sejarah-berdirinya-rri?page=all
Daftar Pustaka
https://ecommons.cornell.edu/bitstream/handle/1813/54121/INDO_64_0_1106953527_105_124.pdf?sequence=1
http://ojs.palcomtech.ac.id/index.php/jenius/article/view/13/13
http://pusdatin.rri.co.id/file/docs/1/RRI%20Dari%20Masa%20Ke%20Masa.pdf